Sastra berasal
dari kata castra berarti tulisan. Dari makna asalnya dulu, sastra meliputi
segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia, seperti catatan ilmu
pengetahuan, kitab-kitab suci, surat-surat, undang-undang, dan sebagainya. Sastra dalam arti khusus yang kita gunakan
dalam konteks kebudayaan, adalah ekspresi gagasan dan perasaan manusia. Jadi,
pengertian sastra sebagai hasil budaya dapat diartikan sebagai bentuk upaya
manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan
dan pemikirannya.
Berdasarkan asal usulnya, istilah kesusastraan berasal dari
bahasa Sanskerta, yakni su dan sastra dengan mendapatkan imbuhan ke- dan -an.
Su berarti bagus atau indah, sedangkan sastra berarti buku,tulisan atau huruf.
Berdasarkan kedua kata itu, susastra di artikan tulisan yang indah. Istilah
tersebut kemudian mengalami perkembangan. Kesusastraan tidak hanya berupa
tulisan, tetapi ada pula yang berbentuk lisan. Karya semacam itu di namakan
dengan sastra lisan. Oleh karena itu, sekarang yang dinamakan dengan
kesusastraan meliputi karya sastra lisan dan tertulis dengan ciri khas nya
terdapat pada keindahan bahasanya.
Bentuk-bentuk Kesusastraan
·
Puisi
·
Cerita Rekaan (fiksi)
·
Essay dan Kritik
·
Drama
Disini kita akan membahas tentang contoh kesusastraan berbentuk puisi. Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa
digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti
semantiknya. Puisi adalah bentuk ekspresi
pengalaman empiric atau batin yang diwujudkan dengan bahasa-bahasa indah,
perumpamaan dan kiasan. Puisi juga merupakan cara penyampaian tak langsung dari
seseorang terhadap sesuatu hal yang dirasa, emosi dan perasaan jiwa yang
dialami seseorang. Cara tak langsung itu dilakukan melalui aneka bentuk
perumpamaan yang terangkai dalam sajian kata-kata yang indah, singkat,
multitafsir dan cerdas dalam bahasa berirama.
Kalian ingat dengan
film ‘Ada Apa Dengan Cinta (AADC)’?? Benar Sekali di film yang tayang pada
tahun 2002 itu bercerita tentang pemeran utama pria yang bernama rangga sangat menyukai
karya sastra dan selalu membawa buku kumpulan puisi Chairil Anwar yang berjudul
Aku karya Syumandjaya disini kita akan membahas tentang puisi karya Chairil
Anwar yang berjudul “Aku”.
AKU
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau…
Tak
perlu sedu sedan itu
Aku
ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang…
Dari kumpulannya terbuang…
Biar
peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang…
Aku tetap meradang menerjang…
Luka
dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri…
Berlari
Hingga hilang pedih peri…
Dan
aku akan lebih tidak perduli…
Aku mau hidup seribu tahun
lagi…
Chairil Anwar
Maret 1943
Chairil Anwar
Maret 1943
Struktur Puisi
Tema
Puisi ‘Aku’ karya Chairil Anwar diatas mengandung tema perjuangan. Hal ini dapat terlihat dari kalimat “Biar peluru menembus kulitku, aku tetap meradang menerjang”. Puisi ini bercerita tentang semangat merebut hidup yang pastilah tidak mudah, apalagi bagi penyair yang penuh kesulitan hidup ini. Bahkan meskipun dia berbicara tentang sesuatu yang perih-pedih, semangat hidupnya tetap terasa menggelora. Adalah karakter penyair ini tampaknya, bahwa dia tidak mudah menyerah melawan hidup yang begitu pedih
Tema
Puisi ‘Aku’ karya Chairil Anwar diatas mengandung tema perjuangan. Hal ini dapat terlihat dari kalimat “Biar peluru menembus kulitku, aku tetap meradang menerjang”. Puisi ini bercerita tentang semangat merebut hidup yang pastilah tidak mudah, apalagi bagi penyair yang penuh kesulitan hidup ini. Bahkan meskipun dia berbicara tentang sesuatu yang perih-pedih, semangat hidupnya tetap terasa menggelora. Adalah karakter penyair ini tampaknya, bahwa dia tidak mudah menyerah melawan hidup yang begitu pedih
Rasa
Pada puisi di atas merupakan eskpresi jiwa penyair yang menginginkan kebebasan dari semua ikatan. Di sana penyair tidak mau meniru atau menyatakan kenyataan alam, tetapi mengungkapkan sikap jiwanya yang ingin berkreasi. Sikap jiwa “jika sampai waktunya”, ia tidak mau terikat oleh siapa saja, apapun yang terjadi, ia ingin bebas sebebas-bebasnya sebagai “aku”. Bahkan jika ia terluka, akan di bawa lari sehingga perih lukanya itu hilang. Ia memandang bahwa dengan luka itu, ia akan lebih jalang, lebih dinamis, lebih bergairah hidup. Sebab itu ia malahan ingin hidup seribu tahun lagi. Uraian di atas merupakan yang dikemukakan dalam puisi ini semuanya adalah sikap chairil yang lahir dari ekspresi jiwa penyair. Puisi Aku ini adalah puisi Chairil Anwar yang paling memiliki corak khas dari beberapa sajak lainnya.
Pada puisi di atas merupakan eskpresi jiwa penyair yang menginginkan kebebasan dari semua ikatan. Di sana penyair tidak mau meniru atau menyatakan kenyataan alam, tetapi mengungkapkan sikap jiwanya yang ingin berkreasi. Sikap jiwa “jika sampai waktunya”, ia tidak mau terikat oleh siapa saja, apapun yang terjadi, ia ingin bebas sebebas-bebasnya sebagai “aku”. Bahkan jika ia terluka, akan di bawa lari sehingga perih lukanya itu hilang. Ia memandang bahwa dengan luka itu, ia akan lebih jalang, lebih dinamis, lebih bergairah hidup. Sebab itu ia malahan ingin hidup seribu tahun lagi. Uraian di atas merupakan yang dikemukakan dalam puisi ini semuanya adalah sikap chairil yang lahir dari ekspresi jiwa penyair. Puisi Aku ini adalah puisi Chairil Anwar yang paling memiliki corak khas dari beberapa sajak lainnya.
Nada
Nada yang dimaksud disini adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan atau sikap oenyair terhadap pembaca. Dalam Puisi ‘Aku’ terdapat kata ‘Tidak juga kau’, Kau yang dimaksud dalam kutipan diatas adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun buruk. Disamping Chairil ingin menunjukkan ketidakpeduliannya kepada pembaca, dalam puisi ini juga terdapat pesan lain dari Chairil, bahwa manusia itu itu adalah makhluk yang tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-buruknya saja, karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu, Chairil juga ingin menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya. Berkaryalah dan biarkan orang lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu.
Nada yang dimaksud disini adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan atau sikap oenyair terhadap pembaca. Dalam Puisi ‘Aku’ terdapat kata ‘Tidak juga kau’, Kau yang dimaksud dalam kutipan diatas adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun buruk. Disamping Chairil ingin menunjukkan ketidakpeduliannya kepada pembaca, dalam puisi ini juga terdapat pesan lain dari Chairil, bahwa manusia itu itu adalah makhluk yang tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-buruknya saja, karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu, Chairil juga ingin menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya. Berkaryalah dan biarkan orang lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu.
Diksi
Untuk ketetapan pemilihan kata, penyair banyak menggunakan diksi yang tepat, karena mudah dipahami oleh pembaca dan mempunai emosi yang cukup kuat serta bermakna konotatif untuk memperindah puisinya seperti :
Kalau sampai waktuku = kalau aku mati
Ku mau tak seorang’kan merayu = ku tahu
Untuk ketetapan pemilihan kata, penyair banyak menggunakan diksi yang tepat, karena mudah dipahami oleh pembaca dan mempunai emosi yang cukup kuat serta bermakna konotatif untuk memperindah puisinya seperti :
Kalau sampai waktuku = kalau aku mati
Ku mau tak seorang’kan merayu = ku tahu
Tak perlu sedu
sedan = tak ada gunanya kesedihan itu
Binatang jalang = orang hina
Binatang jalang = orang hina
Pernyataan diri
sebagai binatang jalang adalah kejujuran yang besar, berani melihat diri
sendiri dari segi buruknya. Efeknya membuat orang tidak sombong terhadap
kehebatan diri sendiri sebab selain orang mempunyai kehebatan juga ada
cacatnya, ada segi jeleknya dalam dirinya.
Citraan
Di dalam puisi ini terdapat beberapa pengimajian, diantaranya :
‘Ku mau tak seorang’kan merayu (Imaji Pendengaran)
‘Tak perlu sedu sedan itu’ (Imaji Pendengaran)
‘Biar peluru menembus kulitku’ (Imaji Rasa)
‘Hingga hilang pedih perih’ (Imaji Rasa).
Citraan yang
disampaikan oleh Chairil Anwar sangat bermakna dan mempunyai ciri khas
tersendiri. Ia memberikan kesan yang berbeda saat pembaca membaca puisi ini.
Berbeda dengan karya sebelumnya, dalam puisi Aku Chairil Anwar membuat para
pembaca ikut merasakan apa yang dirasakannya.
Gaya bahasa
Dalam bahasa “Aku” penyair banyak menggunakan majas hiperbola. Selain itu, terdapat campuran bahasa indonesia yang tidak baku seperti perduli dan peri. Walaupun begitu ia sangat mahir dalam membuat pembaca terbius dengan puisi-puisinya.
Kata Konkret
Secara makna, puisi Aku tidak menggunakan kata-kata yang terlalu sulit untuk dimaknai, bukan berarti dengan kata-kata tersebut lantas menurunkan kualitas dari puisi ini. Sesuai dengan judul sebelumnya, puisi tersebut menggambarkan tentang semangat dan tak mau mengalah, seperti Chairil itu sendiri. Puisi Aku ini adalah puisi Chairil Anwar yang paling memiliki corak khas dari beberapa sajak lainnya. Alasannya, sajak Aku bersifat destruktif terhadap corak bahasa ucap yang biasa digunakan penyair Pujangga Baru seperti Amir Hamzah sekalipun. Idiom ’binatang jalang’ yang digunakan dalam sajak tersebut pun sungguh suatu pendobrakan akan tradisi bahasa ucap Pujangga Baru yang masih cenderung mendayu-dayu.
Irama
Ritme dalam puisi yang berjudul ‘Aku’ ini terdengar menguat karena ada pengulangan bunyi (Rima) pada huruf vocal ‘U’ dan ‘I’. Vokal ‘U’pada larik pertama dan ke dua, pengulangan berseling vokal a-u-a-u
Larik pertama ‘Kalau sampai waktuku.’
Larik kedua ‘Ku mau tak seorang-’kan merayu.
Larik kedua ‘Tidak juga kau’.
Pengulangan vokal ‘I’:
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Rima
Dalam puisi “Aku” Chairil Anwar memberikan rima yang jelas berbeda dengan “Krawang-Bekasi”, hal ini terlihat dalam larik
·
Rima
tak sempurna
Kalau sampai waktuku
’Ku mau tak seorang ’kan merayu
Tidak juga kau
Kalau sampai waktuku
’Ku mau tak seorang ’kan merayu
Tidak juga kau
·
Rima
Terbuka à yang berima adalah suku akhir suku terbuka dengan vokal yang sama.
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dalam puisi
”Aku” gaya bahasa yang diberikan oleh Chairil Anwar juga hiperbola seperti yang
tergambar dalam larik
Aku ini binatang
jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Hal ini jelas hiperbola tersebut merupakan penonjolan pribadi Chairil Anwar, ia mencoba untuk nyata berada di dalan dunianya. Sehingga membuat pembaca terhanyut dalam rima yang indah.
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Hal ini jelas hiperbola tersebut merupakan penonjolan pribadi Chairil Anwar, ia mencoba untuk nyata berada di dalan dunianya. Sehingga membuat pembaca terhanyut dalam rima yang indah.
Amanat
Amanat dalam Puisi ‘Aku’ karya Chairil Anwar yang dapat saya simpulkan dan dapat kita rumuskan adalah sebagai berikut :
Amanat dalam Puisi ‘Aku’ karya Chairil Anwar yang dapat saya simpulkan dan dapat kita rumuskan adalah sebagai berikut :
· Manusia harus
tegar, kokoh, terus berjuang, pantang mundur meskipun rintangan
menghadang.
· Manusia harus
berani mengakui keburukan dirinya, tidak hanya menonjolkan kelebihannya saja.
· Manusia harus
mempunyai semangat untuk maju dalam berkarya agar pikiran dan semangatnya itu
dapat hidup selama-lamanya.
Penyair
memberikan pengalaman kepada para pembaca agar lebih mengerti tentang karya
sastra dan tidak teracuni dengan karya sastra tersebut danme motivasi pembaca
untuk lebih mengenal karya sastra. Kiasan-kiasan yang dilontarkan oleh Chair
Anwar dalam puisinya menunjukan bahwa di dalam dirinya mencoba memetaforakan
akan bahasa yang digunakan yang bertujuan mencetusan langsung dari jiwa.
Cetusan itu dapat bersifat mendarah daging, seperti sajak “aku”. Dengan
kiasan-kiasan itu gambaran menjadi konkrit, berupa citra-citra yang dapat
diindra, gambaran menjadi nyata, seolah dapat dilihat, dirasakan sakitnya. Di
samping itu kiasa-kiasan tersebut menyebabkan kepadatan sajak. Untuk menyatakan
semangat yang nyala-nyala untuk merasakan hidup yang sebanyak-banyaknya
digunakan kiasan “aku mau hidup seribu tahun lagi”. Jadi berdasarkan dasar
konteks itu harus ditafsirkan bahwa Chairil Anwar dalam puisi “aku” dapat
didefinisaikan sebagai bentuk pemetaforaan bahasa atau kiasan bahwa yang hidup
seribu tahun adalah semangatnya bukan fisik.
Sumber
Referensi: