Jumat, 23 Januari 2015

Dampak lebijakan pemerintah dalam menaik turunkan harga BBM

Seperti yang kita ketahui, saat ini harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di negara kita sedang mengalami naik turun yang dapat meresahkan masyarakat. Seperti jumat lalu (16/1) bahwa Presiden Jokowi mengumumkan, penurunan harga bensin premium dari sebelumnya Rp7.600/liter menjadi Rp 6.600/liter, dan solar dari Rp7.250/liter menjadi Rp 6.400/liter. Harga tersebut berlaku nasional, kecuali Bali, mulai Senin (19/1).

Jika dihitung, selama hampir empat bulan Presiden Jokowi memimpin Indonesia, sudah tiga kali harga BBM diubah. Satu kali naik, dua kali turun. Pertama kali harga BBM direvisi pada 18 Nopember 2014. BBM jenis premium naik menjadi Rp 8.500/liter, dari sebelumnya Rp 6.500/liter. Sedangkan Solar naik dari Rp 5.500 per liter menjadi Rp 7.500/liter. Kebijakan ini diambil, karena saat itu stok BBM menipis gara-gara konsumsi meningkat. Anggaran pemerintah juga sudah defisit, karena harus terus impor BBM dan menanggung subsidi yang besar. Namun, di akhir tahun, harga minyak dunia justru anjlok hampir 50%. Kondisi ini membuat Jokowi kembali mengubah harga BBM. Selain menurunkan harga, pemerintah juga mengambil kesempatan rendahnya harga minyak untuk menghilangkan subsidi di bensin premium.Pada 1 Januari 2015, harga bensin premium akhirnya diturunkan menjadi Rp 7.600/liter. Pemerintah tak lagi memberi subsidi bensin beroktan 88 ini. Sedangkan harga solar turun menjadi Rp 7.250 per liter, masih disubsidi Rp 1.000 per liter. Dan yang terbaru, adalah diturunkannya lagi harga premium menjadi Rp6.600/liter dan solar Rp 6.400/liter sebagai dampak dari terus melemahnya harga minyak bumi di dunia. Tentu saja masyarakat mengharapkan BBM tidak naik, jika BBM naik maka harga kebutuhan lainnya pun akan ikut melonjak naik seperti kebutuhan pokok dan biaya transportasi.


Dampak positif yang akan ditimbulkan antara lain sebagai berikut:
- Munculnya bahan bakar dan kendaraan alternative.
Seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia, muncul berbagai bahan bakar alternatif baru. Yang sudah di kenal oleh masyarakat luas adalah BBG (Bahan Bakar Gas). Harganya juga lebih murah dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Ada juga bahan bakar yang terbuat dari kelapa sawit. Tentunya bukan hal sulit untuk menciptakan bahan bakar alternatif mengingat Indonesia adalah Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Selain itu, akan muncul juga berbagai kendaraan pengganti yang tidak menggunakan BBM, misalnya saja mobil listrik, mobil yang berbahan bakar gas, dan kendaraan lainnya.

- Pembangunan Nasional akan lebih pesat
Pembangunan nasional akan lebih pesat karena dana APBN yang awalnya digunakan untuk memberikan subsidi BBM, jika harga BBM naik, maka subsidi dicabut dan dialihkan untuk digunakan dalam pembangunan di berbagai wilayah hingga ke seluruh daerah.

- Hematnya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Jika harga BBM mengalami kenaikan, maka jumlah subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan berkurang. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat diminimalisasi. 

- Mengurangi Pencemaran Udara
Jika harga BBM mengalami kenaikan, masyarakat akan mengurangi pemakaian bahan bakar. Sehingga hasil pembuangan dari bahan bakar tersebut dapat berkurang, dan akan berpengaruh pada tingkat kebersihan udara.


Sedangkan dampak negatifnya adalah:
- Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi lebih mahal. Harga barang dan jasa akan  mengalami kenaikan disebabkan oleh naiknya biaya produksi sebagai imbas dari naiknya  harga bahan bakar.

- Apabila harga BBM memang dinaikkan, maka akan berdampak bagi perekonomian  khususnya UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah).

- Meningkatnya biaya produksi yang diakibatkan oleh: misalnya harga bahan, beban  transportasi dll.

- Kondisi keuangan UMKM menjadi rapuh, maka rantai perekonomian akan terputus.

- Terjadi Peningkatan jumlah pengangguran. Dengan meningkatnya biaya operasi perusahaan, maka kemungkinan akan terjadi PHK.

- Inflasi. Inflasi akan terjadi jika harga BBM mengalami kenaikan. Inflasi yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi suatu barang atau jasa


Solusi :
-  Pemerintah harus lebih fokus dan inovatif untuk menjaga dan memperbaiki manajemen stok sebagai jaminan bahwa barang (juga jasa), khususnya barang kebutuhan pokok, tersedia di pasaran pada tingkat harga wajar. Selain memperbaiki jalur distribusi, pemerintah juga harus mempersiapkan diri secara matang untuk melakukan operasi pasar.

- Penegakan hukum untuk meredam munculnya motif-motif spekulatif, seperti penimbunan BBM dan barang kebutuhan pokok lainnya, perlu lebih diintensifkan. Dalam kaitan ini, pemerintah perlu lebih serius melakukan penataan sistem monitoring dan evaluasi agar tindakan bisa segera dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan spekulatif. Aktivasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) perlu menjadi bagian dari penataan sistem monitoring dan evaluasi ini.

-  Pemerintah harus melakukan reforma agraria yang sudah dijanjikan sebelumnya sejak 4 tahun lalu. Sehingga rata-rata luas lahan rumah tangga petani menjadi 2 hektare. Struktur tenaga kerja juga harus menjadi pekerja formal sekitar 75 persen dan sisanya pekerja informal. Caranya dengan menumbuhkan sektor pertanian dan industri berbasis pertanian dan SDA dan pelaku UMKM.

- Pemerintah wajib melakukan moratorium pembangunan pasar modern dan memperkuat pelaku pasar tradisional. Mengembalikan pengusaan pengelolaan SDA kepada negara dan renegosiasi kontrak asing. Pengembangan energi alternatif dan infrastruktur BBG harus memadai. Bukan hanya dengan melakukan penghematan dengan memotong subsidi BBM atau anggaran kementerian dan lembaga. Tetapi juga dari segi penerimaan, salah satunya dari pajak dengan menaikkan tax ratio.

- Pemerintah hendaknya memilih waktu yang tepat untuk mengeluarkan kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Bahkan jika bisa membatalkan kenaikan BBM.

http://ikhwanbukhari.blogspot.com/2012/12/makalah-dampak-kenaikan-harga-bahan.html


1 komentar: